Oleh: Tajriani Thalib
(Mahasiswa Magister Psikologi UGM, peminatan relasi sosial)
CELEBES Heritage Festival (CHF) telah dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 16 Desember 2023. CHF diselenggarakan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Salah satu rangkaian CHF adalah seminar nasional dengan tema “Kajian, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya Terkait Jejak Peninggalan Megalitikum dan Neolitikum di Sulawesi”.
Pada sesi pertama, hadir sebagai pembicara Dr. Daud Aris Tanudirjo (Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM), Dr. Irfan Mahmud (Kepala Pusat Riset Arkeolog BRIN), Prof. Dr. Akin Duli (Guru Besar Unhas) dan Adhi Agus Oktaviana (Peneliti Pusat Arkeolog Nasional).
Saya berkesempatan hadir pada sesi kedua. Horst Liebner, seorang peneliti Maritim yang sangat dikenal di kalangan pelaut Mandar, memaparkan tentang Evolusi Perahu Bercadik di Austronesia. Ikhsam, seorang arkeolog yang berasal dari Palu Sulawesi Tengah, memaparkan Keunikan Warisan Alam dan Kebudayaan Kawasan Megalitik Lore Lindu dan Danau Poso. Ridwan Alimuddin, peneliti dan seorang yang tekun dalam mendokumentasikan kebudayaan Mandar, memaparkan “Lorong Peradaban”. Sebuah inisiatif berupa museum kontemporer yang paling banyak dikunjungi selama event CHF berlangsung.
- Ussul sebagai Pengetahuan Tradisional
Seorang peserta seminar menanyakan perihal mambaca-baca terkait pendirian Lorong Peradaban. Mambaca-baca (berdoa bersama ketika memulai kegiatan atau pendirian bangunan). Mambaca-baca dianggap sebagai bagian dari pelaksanaan ussul, pertanyaan berikutnya berkaitan dengan ussul sebagai sebuah indigenous knowledge?
Pertanyaan kedua itu menarik perhatian saya sebab merupakan penelitian yang sedang saya kerjakan. Pada tahun 2016, penelitian skripsi saya mengenai ussul menggunakan pendekatan indigenous psychology. Ussul merupakan sebutan untuk hal-hal berupa perilaku dan penyimbolan, dilaksanakan oleh masyarakat Mandar karena diyakini mendatangkan kebaikan, terutama rezeki dan keselamatan.
Indigenous psychology dimaknai sebagai kajian ilmu yang secara ilmiah berasal dari orang-orang asli atau pribumi yang dapat menghasilkan teori baru untuk menjelaskan perilaku dari penduduk setempat. Secara singkat, psikologi indigenus terbentuk karena teori psikologi barat tidak mampu menjelaskan fenomena yang terjadi di tempat lain. Maka ussul sebagai indigenous knowledge karena ussul merupakan pengetahuan orang Mandar, tercipta karena keyakinan dari para tetua di masa lalu serta berdasarkan dari pengalaman personal masing-masing individu.
Saat ini saya memupuk ketertarikan terhadap psikologi positif, pada kajian psychological well-being atau kesejahteraan psikologis. Alasan ketertarikan itu karena saya menemukan beberapa dimensi dalam teori kesejahteraan psikologis sesuai dengan efek pelaksanaan ussul. Maka untuk membuktikannya, diperlukan penelitian lanjutan dengan judul Ussul sebagai Upaya Mencapai Well-being pada Masyarakat Suku Mandar Sulawesi Barat (Sebuah Pendekatan Indigenous Psychology).