MAMUJU, RADAR SULBAR – Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sulbar mulai menyusun strategi menstabilkan inflasi daerah jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025. Koordinasi yang matang menjadi kunci.
Melalui High Level Meeting (HLM) yang digelar di Ballroom Grand Maleo Hotel and Convention Mamuju, Kamis 5 Desember, TPID Sulbar memaparkan sejumlah permasalahan dan langkah strategis pengendalian inflasi.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulbar, Gunawan Purbowo mengatakan, tingkat inflasi Sulbar pada November 2024 secara tahunan tercatat 1,18 persen dan bulanan -0,17 persen. Angka ini lebih rendah dari tingkat inflasi nasional 1,55 persen.
“Pada November 2024, Sulbar menjadi provinsi dengan tingkat inflasi tahunan terendah ketiga di Kawasan Sulampua (Sulawesi Maluku-Papua). Gorontalo dan Sulawesi Tenggara memiliki tingkat inflasi tahunan terendah pertama dan kedua,” kata Gunawan, dalam HLM TPID Sulbar, kemarin.
Menurut Gunawan, sejumlah komoditas menyumbangkan inflasi, seperti tomat, bawang merah, minyak kelapa, Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Peningkatan harga tomat dan bawang merah, dipengaruhi oleh terbatasnya aliran pasokan dari Enrekang, Sulsel.
“Penurunan input kopra dari wilayah pesisir mempengaruhi kenaikan harga minyak kelapa. Sementara itu, inflasi bulanan pada SKM dan SKT ditengarai oleh kebijakan penyesuaian harga oleh para distributor rokok sebagai respon dari penerapan Cukai Hasil Tembakau rerata 10 persen tahun ini,” jelasnya.
Sedangkan, komoditas utama yang mempengaruhi terjadinya deflasi bulanan yaitu ikan layang, beras, pisang, ikan cakalang, dan telur ayam ras.
“Kenaikan hasil tangkapan ikan laut nelayan di Mamuju menjadi penyebab utama penurunan harga aneka ikan segar. Penurunan harga beras disebabkan oleh naiknya suplai pasokan dari luar Sulbar, utamanya dari Pinrang, Sulsel,” bebernya.
Selain itu, lanjut dia, kenaikan hasil produksi pisang pada saat masa panen dari Mamuju Tengah menurunkan Harga pisang. Terakhir, kenaikan alokasi pasokan telur ayam ras oleh para peternakan ayam petelur di Sidrap, Sulsel.
Gunawan mengaku, terdapat beberapa hal yang mesti diperbaiki TPID Sulbar. Salah satunya penguatan upaya pengendalian inflasi dari sisi pasokan dan distribusi, khususnya komoditas beras dan hortikultura.
Berbagai hal bisa dilakukan seperti keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif.
“Kelancaran distribusi bisa dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan tol laut, jembatan udara, subsidi dan fasilitasi distribusi, serta optimalisasi kerja sama perdagangan antar daerah,” ungkapnya.
Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin mengungkapkan, Pemprov Sulbar berkomitmen mendorong peningkatan daya beli masyarakat dengan menciptakan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat.
“Seperti menahan kenaikan barang kebutuhan pokok dan memastikan ketersediaan subsidi untuk sektor-sektor strategis,” ungkap Bahtiar.
Begitu juga memperkuat sektor manufaktur melalui pemberian insentif fiskal dan non fiskal.
“Insentif berupa penurunan pajak untuk usaha tertentu, pemberian kredit murah atau khusus UMKM, hingga mempercepat implementasi kebijakan yang dapat mempermudah lapangan kerja baru dan memperkuat daya tahan ekonomi daerah,” bebernya.
Kampanye dan penyebaran informasi juga dilakukan secara transparan, tentang tujuan kenaikan PPN dan bagaimana kebijakan tersebut akan digunakan untuk meningkatkan layanan publik.
“Dengan membangun kepercayaan masyarakat, resistensi terhadap kebijakan ini dapat diminimalisir, sehingga pola konsumsi tidak mengalami penurunan yang terlalu drastis,” pungkasnya. (ajs/sol)