RADARSULBARNEWS
KOLOM  

Perang Gaza dan Geo Politik Timur Tengah

SAAT ini terjadi perang antara Hamas dan Israel yang menyebabkan 10 ribu orang tewas, sebagian besar dari korban adalah anak- anak dan perempuan di Jalur Gaza, perang yang saat ini sudah berjalan 1 bulan belum ada tanda tanda akan menurunnya tingkat eskalasi, kecaman seluruh dunia terhadap Israel tidak menghalangi negara Zionis tersebut untuk terus melakukan pemboman secara massif.

Oleh: Saddam Husain Tamrin
(Dosen Fisip Universitas Terbuka)

Setiap kali terjadi konflik di antara Palestina dan Israel, sering kita bertanya-tanya kenapa negara-negara timur tengah tidak membantu secara militer utamanya negara arab, mereka hanya bisa mengecam, mengutuk sambil mengirim kain kafan ke kota Gaza, Padahal di sekeliling Israel ada negara Mesir, Lebanon, Suriah, Yordania secara teritori berbatasan langsung dengan pusat konflik, justru negara Iran dan Yaman yang jaraknya kurang lebih 1000 mil banyak memberikan bantuan militer.

Kembali ke peran dunia pertama, saat itu timur tengah hingga afrika bagian utara masih dikuasai olah Dinasti Ottoman yang masuk dalam blok sentral bersama dengan Jerman, Austria-Hungaria dan Italia, Blok sekutu yang dipimpin oleh Inggris mulai menghasut dan memberikan bantuan militer kepada etnis Arab untuk melakukan revolusi melawan ottoman dengan perjanjian mendukung berdirinya negara Arab yang meliputi seluruh semenanjung arab hingga utara Damaskus.

Naas perjanjian itu dikhianati, Inggris, Prancis justru membagi negara arab yang terdiri dari Yordania, Arab Saudi, Suriah, Palestina, Irak, Lebanon dan Mesir. Inggris kemudian memasukkan pengungsi yahudi dari Eropa ke Palestina kemudian membagi menjadi dua negara yang diikuti dengan meletusnya peran arab israel yang dimenangkan oleh israel dan menguasai Jalur gaza dan Semenanjung Sinai dan Tepi Barat.

Dari sini kita sudah bisa menebak sebenarnya negara Arab bekas kolonial eropa semua takut akan dengan kekuatan militer Israel, bukan karena Israel mempunyai tentara kuat tapi sokongan AS dan sekutu dengan kapal induk terbesarnya sedang berada di laut mediteranian. Sepertinya mereka trauma kejadian 1967 peran Arab-Israel dimana ada hukum Internasional wilayah yang dirampas akibat perang menjadi milik pemenang.

Faktor lainnya ialah Hamas faksi terbesar di Gaza merupakan proxy Iran, seperti kita ketahui negara mayoritas Sunni selalu mengobarkan permusuhan dengan negara dengan yang menganut paham syiah, praktis saat ini hanya Lebanon, Syiria dan Yaman yang bisa membantu Hamas secara militer.
Politik adu domba Sunni-Syiah yang dikobarkan AS sekutu rupanya berhasil membuat Timur Tengah tidak kondusif, mereka menyebarkan kebencian dengan kelompok Syiah, membiayai kelompok radikal untuk melakukan pemberontakan di Syria dan Irak begitupun sebaliknya Iran membentuk faksi-faksi militer di Yaman, Lebanon, Irak dan Bahrain untuk melakukan perlawan.

Pada peran Irak AS mempersenjatai kelompok syiah untuk melakukan pemberontakan kepada rezim Saddam, sementara di Syria mereka mempersenjatai Isis untuk melawan Bashar Al’asad, begitupun di Libya. Inti dari kekacauan ini bertujuan untuk menghancurkan negara-negara yang mendukung pembebasan Palestina.

Mimpi untuk memerdekakan Palestina dari penjajahan bisa dibilang tidak adakan terjadi dalam waktu dekat, selama pemimpin timur tengah masih berkutat pada konflik Sunni-Syiah dan tidak fokus pada solidaritas Palestina, selama itu Israel tidak akan pernah takut untuk melakukan pembantaian warga sipil di Timur Tengah.

Kabar terbaru Iran-Saudi sedang melakukan normalisasi hubungan yang difasilitasi oleh China dimana untuk mewujudkan Visi putra mahkota Saudi Muhammad Bin Salman mereka membutuhkan jaminan keamanan, begitu juga Iran sangat membutuhkan Saudi untuk memperbaiki ekonominya yang telah terkena sanksi berpuluh-puluh tahun oleh AS dan sekutunya. Semoga ini menjadi titik awal pembebasan Palestina. (*)

error: Konten dilindungi!!
Exit mobile version