RADARSULBARNEWS

Peringati HAN Lewat Permainan Tradisional

BERMAIN. Anak-anak bermain permainan tradisional memperingati Hari Anak Nasional, di salah satu halaman rumah warga, Dusun Kombiling, Kecamatan Kalukku, Rabu 23 Juli 2025.

MAMUJU, RADARSULBAR NEWS – Gadget dan digitalisasi telah mengubah hampir seluruh aktivitas anak-anak, tidak terkecuali permainan.

Tidak jarang didapati seorang anak beta berlama-lama menunduk pada benda persegi panjang sembari memainkan ibu jarinya di atas layar datar. Aktivitas bermain telah bersulih dari dunia nyata ke dalam jaringan (daring) di dunia maya.

Komunitas Merah Putih Kalukku melakukan upaya counter lewat lomba permainan tradisional, pada Hari Anak Nasional (HAN), Rabu 23 Juli.

Permainan yang dilombakan antara lain lompat tali, congklak, dan engrang batok kelapa. Anak-anak tampak senang, suara tawa dan teriakan mereka menggema dari halaman rumah warga dusun kombiling.

Lomba dan keceriaan itu memiliki misi sosial, membangkitkan kembali permainan tradisional sebagai sarana terapi sosial anak.
“Permainan tradisional ini kami hadirkan karena gadget sudah terlalu menguasai keseharian anak-anak. Padahal, interaksi langsung, bermain dengan tanah, udara, dan teman sebaya, itu sangat penting bagi tumbuh kembang mereka,” ungkap pendiri Komunitas Merah Putih, Marhamah Lutfi Maju Bakkar.

Menurutnya, permainan tradisional tidak hanya soal nostalgia masa lalu. Tapi juga tentang membentuk karakter, kerja sama, dan keberanian berekspresi.

“Anak-anak yang tadinya pendiam, mulai berani bicara, tertawa, bersosialisasi. Mereka seakan menemukan kembali masa kecilnya yang sempat hilang,” tambahnya.

Peserta lomba datang dari berbagai latar, termasuk anak-anak putus sekolah yang kini sedang diadvokasi agar bisa kembali mengenyam pendidikan. Komunitas telah membantu mendaftarkan empat di antaranya ke jenjang SMP.

“Dari bermain, mereka belajar. Mereka yang tadinya tertutup, kini lebih terbuka, itu yang kami sebut terapi sosial lewat permainan tradisional,” kata Marhamah.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Mamuju, M. Fausan Basir, yang hadir dalam kegiatan tersebut, menyebut itu layak menjadi gerakan bersama.

“Permainan tradisional tidak boleh hilang. Ini bukan hanya budaya, tapi jembatan emosional anak dengan lingkungan sekitarnya. Mereka belajar mengenal emosi, empati, bahkan kepemimpinan,” papar Fausan.

Dia mendorong agar desa-desa lain menjadikan ruang publik sebagai arena ramah anak.“Tidak harus besar. Halaman warga bisa jadi ruang tumbuh yang luar biasa, asal ada niat dan kepedulian,” tuturnya.

Kegiatan ini juga didukung penuh oleh Dispusip melalui penyediaan buku bacaan dan fasilitas literasi. Sebuah sinergi yang membuahkan harapan, bahwa anak-anak Sulbar bisa tumbuh tidak hanya pintar secara akademik, tapi juga kuat secara emosional dan sosial.

Di ujung kegiatan, seorang anak perempuan, sekitar 10 tahun, menyeka peluh di dahinya usai berlomba lompat tali. Ketika ditanya kenapa dia senang ikut kegiatan ini, jawabannya sederhana.

“Soalnya di sini saya bisa ketawa, bisa main ramai-ramai. Kalau di rumah, cuma pegang HP, sendiri terus,” imbuhnya.

Kalimat itu seperti menyimpan pesan yang tak bisa diabaikan. Bahwa di balik riuhnya dunia digital, anak-anak masih merindukan tanah lapang, keringat, tawa, dan pertemanan yang nyata.(irf/jsm)

error: Konten dilindungi!!
Exit mobile version