RADARSULBARNEWS

Profit and Loss Sharing, Dilema antara Prinsip Syariah dan Tekanan Praktik Konvensional di Indonesia

HASMIA Mahasiswa Akuntansi FEBI UIN Makassar

Oleh : Hasimah
(Mahasiswa Jurusan Akuntansi FEBI Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar)

When the profit-sharing principle is no longer a guide, isn’t Islamic banking also ignoring the legacy of Islamic values that are its mainstay?. (Ketika prinsip bagi hasil tidak lagi menjadi pedoman, bukankah perbankan Islam juga mengabaikan warisan nilai-nilai Islam yang menjadi andalannya?)

Perbankan syariah di Indonesia lahir membawa harapan besar, menciptakan sistem keuangan yang memberikan keadil, bebas dari unsur riba, dan lebih manusiawi.

Konsep utama dalam perbankan syariah dan menjadi pembeda dari perbankan konvensional adalah prinsip Profit and Loss Sharing (PLS) atau bagi hasil. Konsep tersebut menggantikan sistem bunga dan menjadi kunci dari ekonomi syariah dengan menekankan pembagian keuntungan dan kerugian.

Dalam konsep PLS, bank dan nasabah bekerja sama sebagai rekan sejati. Jika usaha dikelola dengan baik dan berhasil maka mereka akan membagi keuntungan. Tetapi jika usaha gagal maka mereka akan bersama- sama menanggung kerugian. Secara teori, ini sangat ideal dan sesuai dengan keadilan dalam islam.

Namun kenyataannya, menjalankan prinsip PLS di dunia nyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak bank syariah di Indonesia akhirnya lebih memilih produk-produk seperti murabahah atau ijarah, yang bentuknya lebih mirip jual beli atau sewa, dibanding benar-benar menerapkan PLS.

Alasannya sederhana, risiko PLS jauh lebih tinggi. Bank harus benar-benar memahami bisnis nasabah, memantau jalannya usaha, dan bergantung pada laporan keuangan nasabah untuk menentukan hasil yang adil. Dalam banyak kasus, nasabah, khususnya usaha kecil, belum mampu membuat laporan keuangan yang rapi dan transparan. Ini membuat bank kesulitan memastikan kejujuran hasil usaha.

Di sisi lain, tekanan persaingan di dunia perbankan membuat bank syariah harus bergerak cepat dan efisien. Nasabah sekarang lebih menyukai produk yang hasilnya jelas dan mudah dihitung. Mereka tidak mau repot dengan skema pembagian untung-rugi yang bergantung pada performa usaha. Akibatnya, bank syariah pun lebih sering menawarkan produk dengan margin tetap, yang dalam praktiknya menjadi sangat mirip dengan produk perbankan konvensional.

Tidak hanya itu, dari sisi akuntansi, penerapan sistem PLS juga menimbulkan tantangan baru. Meskipun Indonesia sudah memiliki standar akuntansi syariah, pelaksanaannya di lapangan masih penuh hambatan. Banyak pelaku usaha belum paham bagaimana menyusun laporan keuangan yang sesuai standar, sementara bank sendiri kekurangan sumber daya untuk terus-menerus mengawasi semua nasabahnya satu per satu. Ini membuat risiko moral hazard di mana nasabah tidak melaporkan keuntungan sebenarnya semakin besar.

Dengan berbagai kendala tersebut, banyak yang mulai bertanya: apakah prinsip PLS ini masih relevan? Jawabannya tetap iya, namun butuh upaya keras untuk menjaganya. Perbankan syariah tidak boleh menyerah begitu saja pada tekanan pasar. Justru di sinilah dibutuhkan inovasi, edukasi kepada nasabah, dan pemanfaatan teknologi seperti sistem digitalisasi laporan keuangan atau blockchain agar transparansi usaha lebih mudah dijaga. Di sisi lain, regulasi pemerintah juga harus mendorong terciptanya ekosistem bisnis yang mendukung prinsip berbagi untung dan rugi ini.

Profit and Loss Sharing bukan sekadar metode bisnis, melainkan cerminan nilai-nilai Islam tentang keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab bersama. Jika prinsip ini ditinggalkan hanya karena lebih sulit diterapkan, maka perbankan syariah akan kehilangan jati dirinya. Di tengah tantangan besar ini, mempertahankan prinsip PLS bukan hanya soal bisnis, tapi soal mempertahankan ruh ekonomi syariah itu sendiri.

Dalam dunia yang terus berubah cepat, kadang idealisme terasa berat. Tapi justru karena itu, memperjuangkan Profit and Loss Sharing menjadi bukti nyata komitmen kita untuk menghadirkan sistem keuangan yang lebih adil dan beradab. (*)

error: Konten dilindungi!!
Exit mobile version