RADARSULBARNEWS

Lokakarya Fase Rawat PKN 2024 Sulawesi Barat, Sando Dibincang dari Sudut Pandang Agama dan Seni

LOKAKARYA. Rangkaian kegiatan Fase Rawat Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2024 Sulawesi Barat di Aula SMAN 2 Majene, Minggu 10 November 2024.

Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah ayat 248, disebutkan penggunaan peti peninggalan Musa dalam peperangan. Imam Syafi’i dalam haditsnya juga menyebutkan bahwa kuburan yang disirami dengan air dingin diharapkan menjadi tempat pembaringan yang dingin bagi ahli kubur. Hadits ini digunakan oleh ulama sebagai tindakan yang intinya adalah pengharapan kepada Allah SWT,” ujar Ustad Munu.

Ia juga menyampaikan bahwa dalam tradisi Mandar, ada dibilang “sando pianaq,” yang meskipun nilainya sudah berkurang karena regulasi modern, tetap memiliki makna mendalam.

“Dulu, banyak orang Mandar yang percaya bahwa seorang dukun bisa membantu proses persalinan tanpa operasi, hanya dengan bisikan dan sentuhan pada beberapa titik tertentu. Tradisi ini menunjukkan bahwa orang Mandar memiliki filosofi dan keyakinan yang kuat dalam membangun hubungan dengan alam dan Tuhan. Mereka percaya bahwa segala sesuatu memiliki jiwa dan memuji Tuhan. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha menjaga keharmonisan antara manusia dan alam, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak. Dalam perspektif agama, berdoa tidak memiliki indikator bahasa tertentu. Siapapun bisa bermunajat kepada Tuhan dalam bahasa apapun. Tradisi dan keyakinan ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya budaya Mandar dalam menjaga hubungan dengan alam dan Tuhan,” kata Ustad Munu.

Selain pemaparan dari dua pembicara, lokakarya juga diisi dengan proses tanya jawab dan penyampaian pendapat, baik dari siswa maupun guru dan dosen. Misalnya, Dea Anggriani, salah satu mahasiswa dari Universitas Sulawesi Barat Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Perawatan.

“Saya bukan orang asli Sulawesi Barat, saya dari Sumatera Utara tapi Suku Jawa. Sando unik bagi saya. Itu saya lihat saat turun ke lapangan menemani tim periset. Sebenarnya di Jawa juga ada, namun saya melihat ada perbedaan selain banyak kesamaan juga. Baik itu dalam proses melahirkan, membangun rumah, maupun pengobatan,” terang Dea Anggriani. (mkb)

error: Konten dilindungi!!
Exit mobile version