“Suatu ketika, negeri itu kedatangan seorang perempuan cantik yang tidak diketahui oleh masyarakat asal-usulnya. Ia datang dengan sebuah perahu di atas Bukit Bulomappa. Oleh karena itu masyarakat menyebutnya dengan Torijeqne”, dalam buku Sejarah Mandar karya M. T. Azis Syah.
Berikutnya, “Tidak lama setelah kejadian itu, masyakat di tempat yang sama didatangi pula oleh seorang pria yang gagah berani yang konon berasal dari hulu Sungai Saqdang (sekarang termasuk wilayah Kabupaten Tator). Atas kesepakatan masyarakat, mereka mengawinkan antara Torijeqne dengan Pongkapadang.”
Dalam tradisi lisan orang Ulumandaq, mereka meyakini bahwa nenek moyang mereka terhubung dengan Pongka Padang, yang juga leluhur orang Mandar di pesisir. Dengan kata lain, memang kita ini “mesa kanneq”.
Saya membandingkan tradisi lisan dengan tulisan yang membahas tentang hal itu, yang bersumber dari lontar. Karya M. T. Azis Syah, selain berdasar lontar, juga merujuk karya Andi Tenriaji, yang banyak mengetahui sejarah leluhur orang Mandar. Silsilah-silsilah leluhur bangsawan-bangsawan Mandar selalui menjadikan ‘stempel’ (tanda tangan) Tenriaji sebagai penanda silsilah tersebut sah.
Dalam artikel Andi Tenriaji, sebagaimana ditulis M. T. Azis Syah, secara rinci menyebutkan penyebaran anak cucu Pongkapadang sebagai berikut: Lasimbadatu (perempuan) ke Tu’bi, Daeng Tumanan ke Aralle, Makkedaeng ke Mamuju, Takarabtu ke Simboro, Tabulibassi ke Tappalang, Tomemmatakalakiak ke Mekkata, Tokaiyangpudung ke Pambusuang, Battipadang ke Rantebulahang, Daeng Matana ke Mambi, Daeng Manganna ke Bambang, dan Tala’binna (perempuan) ke Mangki. Semuanya sebelas orang.
Kemudian Lasimbadatu dari Tubbi pergi ke Bone menemui neneknya bernama Lando Belue. Di sana ia berjumpa dengan Pullaju sepupu sekalinya anak dari Lombeng Susu di Kalumpang atau saudara kandung Pongkapadang. Lasimbadatu dan Pullaju saling jatuh cinta, karena itu Raja Bone Lando Belue mengawinkan Lasimbadatu dengan Pullaju. Atas perkawinan itu lahir 11 orang anak yaitu: Taloajaq (perempuan) ke Tuqbi, Tabittoeng (perempuan) ke Balanipa, Daeng Maraqe ke Taramanu, Takanaca ke Alu, Taandiri ke Sendana, Takanae ke Tappalang, Tasahanan ke Mamuju, Daeng Malulung ke Ulumanda, Marimbun ke Matangnga, Taajoan ke Bulo, dan Salaqbi ke Sumarrang.
Ada juga versi lain dalam makalah “Sejarah Berdirinya Pitu Ulunna Salu” karya Mathindas Sigalotang (1995), tentang “Tau Sappulo Mesa di Tabulahan, yakni sebelas anak hasil perkawinan Daeng Manganna – Buraq Leqboq. Kesebelas orang tersebut ialah Dettumanang (Daeng Tumanan), menetap di Tabulahan, Tokaiyang Pudung, menetap di Tabulahan, Makkedaeng, pergi ke Mamuju, Tambuli Bassi, pergi ke Tappalang, Tammiq (Ampu Tangngeq), pergi ke Bambang, Daeng Kamahu, pergi ke Taramanuq, Daeng Malullung, pergi ke Balanipa, Daeng Maroe, pergi ke Ulu Mandaq, Daeng Matana, pergi ke Mambi, (10) Sabaqlima (Sahaqlima), pergi ke Koa, Tabang, dan Talaqbinna, pergi ke Lohe, Makki Tua. (*)
Bersambung…