MAMUJU, RADAR SULBAR — “Kami tidak mendapat solusi. Kampus memutuskan secara sepihak untuk mahasiswa non KIP (penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar, red) wajib di Pulau Jawa atau luar negeri,”.
Kalimat itu diteriakan Ivan Tumoto, Koordinator aksi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mamuju (Unimaju) dalam aksi unjuk rasa, di Kampus Unimaju, Selasa 21 Januari.
Aksi tersebut memprotes kebijakan studi banding yang diwajibkan kampus bagi mahasiswa.
Program yang juga disebut benchmarking kampus tersebut, diwajibkan bagi mahasiswa semester lima sebagai salah satu syarat kelulusan.
Itu dinilai sangat memberatkan, terutama bagi mahasiswa reguler atau biaya mandiri alias bukan penerima beasiswa. Belum lagi mereka diwajibkan ke Pulau Jawa.
Ivan mengatakan, biaya program tersebut sepenuhnya ditanggung bagi mahasiswa reguler. Sementara bagi pemegang KIP, program studi banding selain dikhususkan di Makassar (Sulsel) juga ditanggung sepenuhnya oleh kampus, sekira Rp 3 juta per mahasiswa.
“Bagi non-KIP wajib di Jawa dengan biaya Rp 5,5 juta per orang, atau untuk luar negeri di Malaysia, Singapura, dan Thailand itu sebesar Rp 9 juta. Ini sangat memberatkan kami,” tegas Ivan.
Ivan mengaku, sudah menempuh jalur dialong dengan pihak kampus, meminta keringanan biaya. Namun, permintaan tersebut ditolak pihak Rektorat.
“Kami tidak mendapat solusi, malahan kampus memutuskan secara sepihak, untuk Non KIP wajib di Pulau Jawa,” ungkapnya.
Oleh itu, para pengunjuk rasa mendesak agar pihak kampus meninjau kembali kebijakan studi banding tersebut. Biaya dikurangi dan tempat pelaksanaan sepenuhnya diserahkan pada mahasiswa untuk memilih sesuai kemampuan masing-masing.
“Kami menganggap program ini bagus, namun biayanya terlampau tinggi, kami berharap biaya ini bisa dikurangi,” pungkasnya.
Wakil Rektor I Unimaju, Furqan Mawardi, hanya menyarankan kepada mahasiswa yang belum mampu untuk menunda keberangkatan.
“Yang belum mampu tidak harus tahun ini, bisa tahun depan, nanti diberikan gelombang kedua. Kalau masih mahal, nanti transportasi pesawat diganti dengan kapal laut,” kata Furqan.
Dia menilai, program studi banding yang diwajibkan ke Pulau Jawa untuk mahasiswa non-KIP, merupakan upaya untuk mendorong peningkatan akreditasi serta menambah ilmu dan pengalaman mahasiswa.
Dia mengklaim sudah 60 persen mahasiswa mendaftar untuk mengikuti program tersebut, tanpa menyebutkan jumlahnya.(**)