Dalam buku Sejarah Umat Islam karya Prof Hamka, dikisahkan saat-saat terakhir sebelum Umar bin Khattab meninggal dunia. Khalifah memberi arahan mengenai khalifah penggantinya.
Beberapa sahabat merespon Khalifah dengan menyarankan untuk mengangkat putranya, Abdullah bin Umar sebagai penggantinya.
Ya Amirul Mukminin, anak Paduka sangat layak menerima jabatan Khalifah, dan kami semua akan patuh menerimanya, kata para sahabat.
Khalifah Umar bin Khattab langsung menolak dengan tegas.
Tidak ada kaum keturunan Al Khattab hendak mengambil pangkat Khalifah ini untuk mereka. Abdullah tidak akan turut memperebutkan pangkat ini, tegas Khalifah.
Wahai Abdullah, jangan sekali-kali engkau berpikir atau mengingat-ingat jabatan ini, tambahnya sambil menoleh kepada putranya. Dengan wasiat Khalfah Umar tersebut, pergantian Khalifah berlangsung lancar dan damai. Usman bin Affan terpilih sebagai Khalifah ketiga menggantikan Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin Khattab telah mencontohkan sikap anti politik dinasti. Ia dikenal anti nepotisme yang memudahkan keluarga atau kerabatnya untuk menduduki jabatan politik. Ia selalu mengedepankan kemampuan dan prestasi. Tidak melihat hubungan kekeluargaan atau kekerabatan lalu diberikan karpet merah.
Bagi Umar bin Khattab, orang yang layak menduduki jabatan publik atau kekuasaan yang harus benar-benar memiliki kualitas, kapabilitas, kompetensi dan prestasi.
Ia pun memberi keteladanan bahw tidak semua anggota keluarganya harus terlibat dalam pemerintahan. Menjadi pejabat pemerintah bukan kebanggaan, melainkan merupakan tanggungjawab di hadapan Tuhan.
Keteladanan Khalifah Umar bin Khattab sebagai pemimpin yang anti nepotisme dana politik dinasti sangat layak menjadi pelajaran dalam menghadapi kontestasi politik.
Termasuk mencegah maraknya hamparan karpet merah bagi keluarga dan kerabat atau segelintir orang dengan menghalangi peluang bagi orang-orang berkualitas. Orang bijak bilang kekuasaan ibarat madat yang harus dijauhi. (*)