RADARSULBARNEWS
KOLOM  

Saset Kompor

Dahlan Iskan (Disway).

Bangun pagi kereta sudah sampai di kota Jiujiang. Kota indah di pertemuan antara bengawan Yangtze (Chang Jiang) dengan untaian danau. Ini sungai berdanau-danau. Atau sebaliknya.

Waktunya sarapan.

Saya lihat mie instan itu. Saya perhatikan baik-baik tulisannya. Ternyata bukan mie.

”Ini apa?” tanya saya.

Dia turun dari atas. Semula saya yang usul agar saya saja yang di atas. Saya kan laki-laki. Dia menjawab: ”saya yang di atas”. Dia merasa lebih muda. Lebih kuat di (ke) atas.

Ternyata itu nasi. Lauknya kare. Bisa pilih: kare ayam atau daging sapi. Dia menyodorkan dua pilihan itu. ”Yang ini untuk saya,” katanyi. Saya lirik tulisan di luarnya: Daging babi.

Nasi di dalam kotak itu masih berupa beras. Saya harus memasaknya dulu untuk menjadi nasi. Masak nasi di kereta api.

Saya buka bungkus plastiknya. Saya buka tutupnya. Isinya macam-macam. Tersimpan dalam berbagai saset terpisah.

Ada saset berisi beras. Ada saset berisi kare daging, irisan kentang dan wortel. Ada saset berisi sayuran kering. Ada dua saset berisi air.

”Nah, ini saset yang jadi kompornya,” katanyi.

Saset yang berfungsi sebagai “kompor” itu jangan dibuka. Ada tulisan di luarnya: jangan dimakan.

Saset “kompor” ini harus ditaruh di bagian paling bawah kotak. Lalu air satu saset dituangkan. Sesaat kemudian air itu mendidih. Beras dituang ke kotak kecil. Diberi air dari saset kedua. Karenya ditaruh di kotak sebelah beras. Sayur kering ditabur di atas kare.

error: Konten dilindungi!!
Exit mobile version