JAKARTA, RADARSULBAR NEWS – Rencana penerapan single salary atau gaji tunggal untuk pegawai negeri sipil (PNS) mendapatkan banyak respons. Ada yang setuju, tapi banyak juga yang mengkritisi.
Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh menyatakan persetujuannya atas rencana tersebut. Sistem itu memang sudah dibicarakan antara pemerintah dan jajarannya. ”Iya (setuju), itu sudah lama dibahas dan disampaikan oleh Korpri dalam berbagai kesempatan,” ujarnya.
Yang terpenting, lanjut Zudan, sistem baru tersebut tidak memangkas kesejahteraan pegawai. Sebaliknya, harus lebih baik. ”Harus single salary system yang menyejahterakan,” tegasnya. Dia menambahkan, jika sistem baru tidak lebih menyejahterakan, akan muncul potensi terjadinya gejolak. ”Sepanjang menambah kesejahteraan ASN, sistem ini pasti diterima,” tambahnya.
Pada bagian lain, Koordinator Nasional Organisasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, pemerintah seharusnya membuat kajian akademik terlebih dahulu soal aturan tersebut. Kemudian, kajian itu disosialisasikan ke pemangku kebijakan terkait. Termasuk organisasi profesi guru. Sebab, di antara sekian banyak ASN, profesi guru merupakan yang cukup besar.
Pada prinsipnya, tutur Satriwan, pemberlakuan sistem gaji tunggal tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah ada. Misalnya UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). UU tersebut mengatur bahwa manajemen ASN didasarkan pada asas berkeadilan, tidak diskriminasi, ada kepastian hukum, dan kesejahteraan.
Di kalangan guru sendiri, beber Satriwan, belum ada informasi yang komplet soal skema gaji tunggal tersebut. Para guru ASN atau PNS masih penuh tanya. Apakah tunjangan-tunjangan yang selama ini melekat pada gaji bakal dihapus atau sekadar dihilangkan penamaannya.
Satriwan mencontohkan seorang guru PNS yang menerima gaji pokok Rp 3 juta. Kemudian, aneka tunjangannya mencapai Rp 4 juta. ”Jadi, total take home pay-nya Rp 7 juta. Ini belum termasuk tunjangan profesi guru yang jumlahnya signifikan,” ungkapnya.