RADARSULBARNEWS

Skandal Hilangnya Dana Desa Tapandullu, Camat Usulkan Pj Kades Dicopot dan Ganti Duit

RAPAT. Camat Simboro, Muh. Akbar, rapat menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa Tapandullu, di Aula kantor Camat Simboro, Kamis 24 Juli 2025.

MAMUJU, RADAR SULBAR — Pemerintah Kecamatan Simboro merekomendasikan pencopotan Penjabat (Pj) Kepala Desa Tapandullu, Jumardin. Dia juga menegaskan bahwa dana desa yang dihilangkan sebesar Rp388 juta itu juga harus diganti.

Kedua poin rekomendasi itu adalah hasil rapat lanjutan di Aula Kantor Camat Simboro, Kamis 24 Juli. Keputusan tersebut sebagai respons atas desakan warga yang sebelumnya menggelar aksi protes dan menyegel kantor desa.

Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Mamuju, Syarifuddin, sepakat dengan pemerintah kecamatan mengambil dua langkah tersebut.

“Kami sepakat bahwa Pj Kepala Desa Tapandullu diminta mengganti atas raibnya Dana Desa tersebut. Kedua, Pj juga mesti diganti. Ini akan kami sampaikan langsung ke bupati ketika beliau kembali ke Mamuju,” kata Syarifuddin.

Ia juga menyatakan akan ada tindak lanjut terhadap sejumlah proyek bermasalah di desa tersebut. Termasuk pembangunan tanggul yang mangkrak tanpa Surat Pertanggungjawaban (SPJ), serta plafon Posyandu yang sudah rusak padahal baru dibangun tahun 2024.

BACA JUGA:  Kominfo SP Gelar Rakor Penyelenggaran SPBE, Polman Target Raih Predikat Memuaskan

“Semua akan diaudit. Kami butuh arahan Bupati agar kejadian serupa tidak terulang,” imbuhnya.

Camat Simboro, Muh. Akbar, menegaskan bahwa rapat ini adalah bentuk tindak lanjut atas aksi massa yang digelar Selasa lalu. Ia menyoroti kegagalan Pj Desa dalam pengelolaan Dana Desa yang semestinya digunakan untuk BLT dan program kesejahteraan lainnya.

“Ini bentuk kontrol sosial. Kami sudah berulang kali menyuarakan persoalan ini, terakhir pada bulan Mei. Kami terus mengingatkan agar anggaran digunakan sesuai aturan dan dipertanggungjawabkan,” kata Akbar.

Ia menyoroti keterlambatan pembayaran insentif yang hingga pertengahan Juli belum juga disalurkan.

“Yang dirugikan itu masyarakat. Bagaimanapun Pj itu ASN. Harusnya memberi contoh bagaimana keuangan dikelola secara transparan,” tegasnya.

Akbar juga mengakui bahwa monitoring dari kecamatan selama ini belum membuahkan hasil memadai akibat lemahnya tata kelola dari pihak desa. Ia menekankan perlunya peran aktif Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan fungsi pengawasan.

BACA JUGA:  Capaian Nyata BPJS Kesehatan, Bukti Pemerataan Layanan JKN Hingga ke Pedalaman

“Tahun ini kami akan ambil alih verifikasi Dana Desa di tingkat kecamatan. Ini langkah penegasan agar pengelolaan dana benar-benar dilakukan sesuai aturan dan perangkat desa wajib dibina,” ujarnya.

Wakil Ketua BPD Tapandullu, Amiruddin, menyatakan bahwa hasil rapat akan dikomunikasikan ke masyarakat mengingat kantor desa masih dalam kondisi tersegel. Ia menyebut lemahnya pemerintahan desa selama ini menjadi akar persoalan yang merugikan masyarakat.

“Pembangunan tanggul tidak selesai, SPJ tidak ada, plafon Posyandu yang baru dibangun sudah nyaris roboh. Ini bukti kegagalan,” tegas Amiruddin.

Ia mengaku bahwa BPD akan memperketat pengawasan terhadap pemerintahan desa ke depan, siapa pun Pj yang nantinya ditunjuk sebagai pengganti.

Sebelumnya, pada Selasa 22 Juli, puluhan warga Tapandullu menggelar unjuk rasa menuntut pertanggungjawaban atas hilangnya Dana Desa senilai Rp388 juta yang semestinya digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi 29 KPM. Dana itu dikabarkan raib setelah disimpan dalam mobil oleh aparat desa pada 16 Juni lalu.

BACA JUGA:  Saksikan MoU Antara Kanwil BPN Provinsi Sulut dengan Lembaga Keagamaan, Menteri Nusron Tekankan Implementasi yang Cepat dan Konkret

Warga menuntut ganti rugi dan mendesak pencopotan Pj Kepala Desa. Mereka juga menuding adanya penyalahgunaan kewenangan karena seluruh pengelolaan keuangan desa hanya dikendalikan oleh Pj Kades tanpa melibatkan bendahara desa.

Tak hanya soal anggaran, warga juga mempersoalkan buruknya kualitas pembangunan infrastruktur, seperti Posyandu yang plafonnya sudah rusak sebelum genap setahun digunakan.

Kasus Tapandullu menjadi peringatan serius atas lemahnya pengawasan internal dan eksternal dalam sistem pemerintahan desa. Ketika dana publik dikelola tanpa transparansi, kerugian bukan hanya soal uang, tetapi menyangkut kepercayaan dan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah daerah dituntut tidak hanya merespons insiden, tetapi memperkuat sistem dan sanksi agar tata kelola desa benar-benar berpihak pada rakyat. (irf/jsm)

Konten Promosi
error: Konten dilindungi!!