MAJENE , RADAR SULBAR — Seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) dari Desa Bonde Utara, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, Nurul mengalami kejadian mengejutkan setelah mendapati data kependudukannya berubah tanpa sepengetahuannya.
Akibat perubahan data tersebut, Nurul kehilangan hak sebagai penerima manfaat bantuan sosial (Bansos) Program Keluarga Harapan (PKH). Namanya tak tercatat lagi dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Nurul mengatakan tak menyangka namanya tiba-tiba tercatat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Puskesmas, padahal dirinya hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar.
“Saya kaget saat mendapati data saya berubah jadi ASN. Padahal saya hanya lulusan SD, bagaimana bisa tiba-tiba terdaftar sebagai ASN. Akibat perubahan ini saya tidak lagi menerima bantuan PKH,” ujar Nurul saat diknfimasi lewat handphone, Selasa 11 Maret.
Nurul juga menemukan kejanggalan lain. Saat mengecek status kependudukannya di kantor desa, dirinya justru tercatat sebagai warga yang mampu, bukan ASN seperti yang tertera di Puskesmas.
“Jadi ada dua perubahan. Dalam data Puskesmas saya ASN, sementara data di desa saya masuk kategori warga mampu. Saya bingung, bagaimana bisa berubah tanpa saya ketahui,” keluhanya.
Nurul mengaku telah berusaha mencari kejelasan ke kantor BPJS Kesehatan dan Dinas Sosial. Dari sana, Ia mendapat informasi bahwa perubahan status dirinya dilakukan oleh pihak desa pada 28 Februari 2025. Ia pun disarankan untuk kembali mengurusnya ke kantor desa. Setelah dikonfirmasi ke BPJS dan Dinsos, kedua instansi ini menyebutkan terkait perubahan data ada sepenuhnya di desa.
Meski demikian, Nurul berharap pihak terkait segera memberikan solusi atas masalah yang dihadapinya.
Baginya, perubahan data yang terjadi tanpa persetujuan adalah hal serius yang bisa berdampak besar pada kesejahteraan keluarganya.
Niatnya untuk melaporkan ke polisi pun diundur, lantaran saat ini ia masih dalam tahap perbaikan berkas.
“Untuk saat ini saya tidak lapor ke polisi pak semoga bisa secepatnya membaik, “keluhnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Kepala Desa Bonde Utara, Bakriadi Wahid, membantah tuduhan adanya masyarakat yang dizolimi akibat hilangnya nama dari daftar penerima PKH.
Ia menegaskan bahwa keputusan kepesertaan PKH tidak hanya ditentukan oleh pemerintah desa, melainkan berdasarkan regulasi yang berlaku, termasuk evaluasi yang dilakukan oleh tim pendamping PKH yang ada di desa.
“Saya tidak pernah mengusulkan pengurangan jumlah atau pergantian penerima PKH. Saya hanya mengusulkan penambahan peserta. Jika ada warga yang dikeluarkan, kemungkinan besar mereka dianggap sudah tidak layak menerima bantuan,” tegas Bakriadi. (rur/mkb)