MAMUJU, RADARSULBAR NEWS – Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (TPHP) Sulbar (dahulu Dinas Pertanian dan Peternakan) memicu kontroversi dengan menolak membayar wanprestasi senilai Rp21,7 miliar kepada PT Kusuma Dipa Nugraha terkait proyek pengadaan pupuk NPK budidaya jagung tahun anggaran 2016.
Padahal, Mahkamah Agung (MA) telah menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Dinas TPHP pada 24 April 2024, dan Pengadilan Negeri (PN) Mamuju telah menetapkan eksekusi pada 29 Oktober 2024.
Kepala Dinas TPHP Sulbar, Syamsul Ma’rif, bersikeras menolak menandatangani berita acara eksekusi. Ia berdalih bahwa gugatan seharusnya ditujukan kepada Satuan Kerja (Satker), bukan Dinas Pertanian, karena peran dinas dalam pengadaan pupuk hanya sebagai pengguna anggaran.
“Saya tidak mau menandatangani berita acara eksekusi. Seharusnya yang digugat adalah Satker, bukan Dinas Pertanian. Kami di Dinas Pertanian hanya pengguna anggaran dalam pengadaan pupuk,” kata Syamsul saat proses eksekusi berlangsung, Jumat 28 Februari.
Menanggapi hal tersebut, Direktur PT Kusuma Dipa Nugraha, Cornelius, menyayangkan sikap Dinas TPHP yang dianggap tidak menghormati putusan hukum. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum harus diutamakan sebagai contoh bagi masyarakat.
“Ini adalah penegakan hukum, seharusnya putusan hukum itu mutlak ditegakkan. Pemerintah sering mengatakan hukum adalah panglima. Jika sekarang harus dilakukan eksekusi, itu artinya dipaksa. Bagaimana ini bisa menjadi contoh bagi rakyat, jika pemerintah sendiri tidak menjalankan putusan hukum? Itu berarti rakyat juga bisa membangkang,” pungkasnya. (irf/*)