RADARSULBARNEWS

Diskon Listrik 50 Persen, PPN 12 Persen Hanya Untuk Barang Mewah

Ilustrasi PPN 12 persen.

MAMUJU, RADARSULBAR NEWS – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara umum di tahun 2025 dari 11 persen ke 12 persen, batal dilakukan. PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang atau jasa kategori mewah.

Kategori mewah yang dimaksud adalah barang atau jasa yang selama ini dikonsumsi atau digunakan masyarakat golongan atas atau kaya. Selain dari itu, tarif PPN hanya 11 persen.

Barang dan jasa mewah yang terkena tarif PPN 12 persen adalah barang-barang yang sudah terkena Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Seperti pesawat jet pribadi, kapal pesiar, serta kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, dan town house.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Mamuju (Unimaju), Muhammad Sibgatullah mengatakan, pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan PPN 12 persen tentu telah dikaji secara mendalam dan semua unsur yang berkaitan tentang hal itu ikut dilibatkan. Tujuannya demi kesejahteraan masyarakat. Termasuk memperbaiki perekonomian Indonesia.

“Dengan perubahan yang terjadi, saya sebagai akademisi dan konsumen belum bisa mengatakan secara pasti sepakat atau tidak karena belum ada efek yang kita lihat secara signifikan. Menurut analisa saya, tari PPN 12 persen hanya berlaku untuk PPN barang mewah. Di luar itu, PPN tetap 11 persen. Kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, daging, telur, sayur, susu serta jasa lain seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi tetap dibebaskan dari PPN,” kata Sibgatullah, Rabu 1 Januari 2025.

Menurut dosen manajemen itu, kebijakan tersebut merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada rakyat, supaya melahirkan konsep keadilan melalui sistem perpajakan yang adil.

BACA JUGA:  Pengusaha Polisikan Pemkab Polman Gegara tidak Bayar Sewa Tenda

Sehingga, lanjut dia, mendorong pemerataan dan pertumbuhan ekonomi untuk pemberdayaan masyarakat. Langkah ini sebagai wujud Asta Cita pemerintah, yakni pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Namun, dirinya ingin menguji mampukah kenaikan tarif PPN dari 11 persen ke 12 persen menjadi penggerak ekonomi melalui optimalisasi pendapatan negara, atau justru akan menjadi pengerem ekonomi yang melemahkan daya beli dan sektor riil.

“Pemerintah berdalih, langkah menaikkan tarif PPN diperlukan guna meningkatkan penerimaan negara demi pembiayaan pembangunan berkelanjutan. Namun, bagi masyarakat kecil, kebijakan ini menyulut kekhawatiran baru. Harga barang dan jasa yang kian melonjak menjadi beban berat, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19,” bebernya.

Ia menjelaskan, keputusan pemerintah untuk meningkatkan tarif PPN bukanlah langkah yang diambil tanpa dasar. Sejak awal diterapkannya sistem PPN di Indonesia pada 1984, kebijakan ini dirancang sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara.

Dalam beberapa dekade terakhir, PPN menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas fiskal. Ketika defisit anggaran meningkat, seperti yang terjadi selama pandemi Covid-19, pemerintah berupaya mencari cara untuk menutup celah pendanaan tanpa terlalu membebani kelompok berpenghasilan rendah.

“Pilihan untuk menaikkan PPN, dibandingkan pajak lainnya, karena PPN dianggap memiliki basis yang lebih luas dan efisien dalam pengumpulan,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Narkoba Masih Merajalela di Sulbar

Ia menerangkan, dampak dari kebijakan tersebut dapat dilihat dari berbagai perspektif. Dalam konteks pemulihan ekonomi nasional, pendapatan pajak yang meningkat diyakini mampu mendukung program-program prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan.

“Pada saat yang sama, daya beli masyarakat yang rendah akibat kenaikan harga dapat menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi lokal,” sebut Sibgatullah.

Agar kenaikan tarif PPN menjadi langkah yang konstruktif, pemerintah perlu menyiapkan strategi mitigasi yang komprehensif untuk meredam dampak negatif kebijakan ini, terutama bagi masyarakat kecil dan sektor UMKM.

Seperti memberikan subsidi langsung untuk barang dan jasa esensial dalam kehidupan masyarakat, seperti transportasi publik, bahan bakar, dan energi rumah tangga, untuk menjaga daya beli masyarakat.

Termasuk memberi insentif pajak bagi UMKM dan sektor riil, berupa pembebasan/pengurangan PPN untuk bahan baku tertentu yang digunakan UMKM dan insentif khusus untuk sektor riil yang terdampak langsung.

“Perluasan dan efisiensi program bansos. Meningkatkan cakupan dan ketepatan sasaran program bansos seperti BLT (bantuan langsung tunai) atau kartu sembako. Penggunaan data terkini yang akurat sangat penting untuk memastikan bantuan ini sampai kepada yang benar-benar membutuhkan.

Begitu juga kebijakan harga yang terjangkau untuk kebutuhan pokok. Mengendalikan harga barang kebutuhan pokok melalui pengawasan rantai distribusi, serta memberikan insentif kepada produsen untuk menjaga stabilitas harga di tengah kenaikan tarif pajak.

Peningkatan efisiensi pengelolaan anggaran. Memastikan setiap tambahan penerimaan negara dari PPN digunakan secara optimal, mengurangi pemborosan, dan memprioritaskan proyek yang memberi dampak sosial-ekonomi terbesar dan sya kira ini beberapa kali dalam forum resmi disampaikan oleh bapak Prabowo.

BACA JUGA:  Dinilai Gagal Majukan Sektor Wisata dan Budaya, Bupati Mamuju Diminta Evaluasi Kinerja Disparbud

“Dengan menerapkan langkah-langkah mitigasi ini, pemerintah tidak hanya dapat meminimalkan dampak negatif kebijakan kenaikan PPN, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan fiskal yang diambil,” jelasnya.

Diskon Listrik 50 Persen
Di awal tahun 2025, pemerintah juga memberikan paket stimulus kepada masyarakat. Salah satunya diskon tarif listrik 50 persen di Januari hingga Februari 2025 bagi pengguna listrik kategori pascabayar maupun prabayar (token).

Diskon listrik 50 persen itu berlaku bagi pelanggan dengan daya listrik 450 VA hingga 2.200 VA. Potongan tarif listrik tersebut bagian dari pemberian stimulus kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 1 Januari 2025.

Manager PLN UP3 Mamuju, Manihar Hutajulu menjelaskan, pihaknya telah mendapat informasi diskon tarif listrik 50 persen di awal tahun. Namun, dirinya belum menerima surat keputusan atau surat edaran terkait kebijakan tersebut.

“Pemberlakuan PPN 12 persen baru berlaku hari ini dari pemerintah pusat. Palingan besok (hari ini) atau lusa (besok) susah ada aturannya. Kalau sudah ada maka kami dari PLN langsung sosialisasikan ke pelanggan,” ujar Manihar.

Menurut Manihar, potongan tarif listrik 50 persen tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat untuk mendorong peningkatan daya beli dan mengurangi beban perekonomian masyarakat. (ajs)

Konten Promosi
error: Konten dilindungi!!