POLEWALI, RADARSULBAR NEWS — Penyidik Satreskrim Polres Polewali Mandar akhirnya menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Covid-19 tahun 2020. Korupsi dana insentif tenaga kesehatan di Puskesmas Campalagian ini merugikan negara sebanyak Rp 700 juta.
Tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Covid-19 yakni dua orang mantan kepala Puskesmas Campalagian yakni SR menjabat dari Maret hingga Agustus 2020 dan R menjabat dari Agustus 2020 hingga 2023. Selain itu satu tersangka lainnya merupakan pegawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Polman berinisial ES bertugas sebagai verifikator dana Covid-19.
Kasat Reskrim Polres Polewali Mandar, AKP M Reza Pranata menyampaikan penetapan tersangka ini dilakukan setelah Kamis 2 Mei lalu dilakukan gelar perkara kasus dugaan korupsi Covid-19 di Dinkes Polman ini. Ketiganya ditetapkan tersangka terkait dugaan korupsi pada kegiatan pembayaran atau pemberian insentif santunan kematian tenaga kesehatan Covid -9 yang dikelola oleh Dinas Kesehatan. Dana tersebut bersumber dari APBD Polman 2020 dengan total anggaran Rp.8.135.364.000.
Ketiganya diduga menerima aliran insentif dana Covid-19 tahun anggaran 2020 dengan besaran masing masing untuk SR menerima Rp. 14 juta, ES menerima Rp. 7 juta, dan R Rp. 55 juta.
“Kasus ini dilaporkan sejak 2022. Sehingga kasus ini sudah ditangani selama dua tahun kemudian gelar perkara Kamis lalu, ditetapkan tiga tersangka yakni ES verifikator, SR Kepala Puskesmas Campalagian periode Maret sampai Agustus 2020 dan R selaku Kepala Puskesmas Campalagian periode Agustus 2020 sampai 2023,” jelas AKP M Reza Pradana saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin 6 Mei.
Lanjutnya, pasal yang dikenakan kepada ketiga tersangka yakni pasal 2 ayat 1 subsider ayat 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto Undang-undang Nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 junto pasal 55.
Pasal 2 Ancaman hukuman pidana minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dan pasal 3 pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 1 tahun paling banyak 20 tahun atau denda paling sedikit Rp. 50 juta dan paling banyak Rp. 1 Miliar.
AKP Reza Pranata menyampaikan modus operandi para pelaku yakni para tersangka khusus verifikator memberikan masukan secara sadar untuk pengusulan insentif maksimal setiap hari kerja untuk memperoleh insentif secara maksimal. SR sendiri dengan sengaja melakukan pengusulan insentif maksimal tanpa mempertimbangkan catatan dari survelans sebagai acuan untuk menentukan hari. Kemudian tersangka R dengan sengaja melakukan pengusulan insentif maksimal tanpa mempertimbangkan catatan surveilans atau Kepala Puskesmas yang baru ini meneruskan kebijakan kepala puskesmas lama.
“Jika melihat aturan dari Kementerian Kesehatan seharusnya perhitungan pembagian insentif tenaga kesehatan itu berdasarkan hari kerja. Dimana maksimal 22 hari dengan pembayaran maksimal Rp. 5 juta. Namun disini tidak mengikuti peraturan teknis yang ditetapkan Kemenkes hanya berdasarkan kebijakan dari para tersangka,” jelas AKP Reza Pranata.
Ketiga orang tersangka merugikan negara dengan total Rp. 701.418.831. Kemudian terkait potensi penambahan tersangka akan dilihat kedepan. Ketiga tersangka juga belum dilakukan penahanan karena.
Sementara Kanit Tipikor Polres Polman Iptu Muhammad Arifin menambahkan ES selaku verifikator dengan sengaja tidak melakukan verifikasi yang benar untuk yang bersangkutan yang menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
Terpisah Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Polman dr Mustaman saat diminta tanggapannya terkait penetapan tiga tersangka kasus dana Covid-10. Ia mengatakan para tersangka ini sudah tidak lagi menjabat sebagai kepala puskesmas karena sudah dipindahkan ke RSUD Pratama Wonomulyo.
“Adapun persoalan yang menimpa mereka adalah masalah pribadi. Karena hal itu terjadi sebelum saya menjabat sebagai Kadinkes,” ujar dr Mustaman.
Mantan direktur RSUD Wonomulyo ini mengingatkan seluruh ASN Dinas Kesehatan agar selalu mengacu pada aturan dalam bekerja. Jangan sama sekali melakukan di luar dari yang telah diatur karena bisa berinflikasi hukum. (*)