RADARSULBARNEWS

ESDM Sulbar: Izin Batu Bara Kewenangan Pusat

UNJUK RASA. Karyawan PT BPC melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur Sulbar, Senin 18 Maret 2024. (Adhe Junaedi Sholat/Radar Sulbar)

MAMUJU, RADARSULBAR NEWS – Tambang Batu Bara di Kecamatan Bonehau yang dikelola PT Bonehau Prima Coal (BPC) mendapat sorotan dari sejumlah pihak belakangan ini. Dorongan pencabutan izin pun mengemuka.

Perusahaan yang telah mengekspor sekira 36 ton batu bara ke Thailand pada Desember 2023, lalu, itu lantas membela diri. Pihak perusahaan mengklaim telah mengantongi sejumlah izin operasional dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Termasuk izin penampungan batu bara di Desa Belang-Belang, Kalukku.

Manager PT BPC Mamuju, Hasrat Lukman menegaskan bahwa PT BPC bukan perusahaan ilegal. Sebelum beroperasi pihaknya telah melalui prosedur dan aturan yang ada baik. Tudingan dari sejumlah pihak belakangan ini membuat target-target perusahaan tidak tercapai.

“Aksi protes yang kerap dilakukan dengan mengatasnamakan masyarakat padahal hanya sekelompok orang saja, ini sangat mengganggu karena target perusahaan tidak tercapai bahkan kami sudah hampir putus asa. Jangan kita selalu diserang padahal kami sudah sering juga memberikan bantuan ke masyarakat yang ada di sana meskipun jarang terekspos di media, tapi boleh ditanya masyarakat di sana,” kata Hasrat, kemarin.

PT BPC juga kerap dituding melanggar karena telah menggunakan jalan nasional sebagai akses angkut muat batu bara di Bonehau ke tempat penampungan di Kalukku.

BACA JUGA:  Tak Ada Paslon Pilgub Sulbar Gugat ke MK, SDK-JSM Siap Dilantik Februari 2025

“Kami selalu dianggap melanggar jalan. Mobil yang kami gunakan adalah enam roda bukan 10 roda, dan ada perusahaan lain yang juga setiap saat lalu lalang di jalan tersebut. Kenapa hanya perusahaan kami yang disorot,” tuturnya.

Terkait dengan IUP, Hasrat mengaku IUP PT BPC saat ini seluas 98 hektar. Namun pihak perusahaan mengaku telah mengurus izin pinjam pakai hingga mencapai kurang lebih 400 hektar.

“Kita punya IUP itu 98 hektar, tapi saat ini kita punya skala lahan itu sudah sekitar 400 hektar. Kita sewa pinjam pakai yang dulu 230 dan baru-baru ini 117 hektar,” ujarnya.

Karyawan PT. BPC mengaku sangat menggantungkan hidup mereka dari perusahaan tambang batu bara. Pihak-pihak yang mencoba menghentikan aktivitas tambang tentu akan membuat mereka tidak bekerja.

“Harusnya kita ini bersyukur, kami tidak lagi pergi merantau untuk bisa bekerja. Kalian mahasiswa dan pemuda jangan sampai dimanfaatkan oleh oknum tertentu yang ingin mengambil keuntungan,” ujar Oktovianus Humas PT. BPC.

Pemprov Sulbar, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulbar membenarkan bahwa PT BPC telah mengantongi persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PKPLH) Usaha Stockpile dan Crusher Batu Bara di Mamuju, dengan Nomor 04112201176020003 yang diterbitkan secara otomatis dari Online Single Submission (OSS) pada 4 November 2022 dan bertandatangan secara elektronik oleh Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi.

BACA JUGA:  HMI Desak Gakumdu Usut Dugaan Politik Uang

Kepala DLH Sulbar, Zulkifli Manggazali mengatakan, berdasarkan ketentuan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, kegiatan stockpile dan stone crusher merupakan jenis kegiatan dengan tingkat risiko menengah rendah dengan kode KBLI 19100 – Industri Produk dari Batu Bara.

Sementara, dalam ketentuan Pasal 60 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, persetujuan atau penolakan PKPLH diterbitkan secara otomatis melalui sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik untuk Formulir UKL-UPL standar spesifik yang diisi oleh Pelaku Usaha.

“Data kepemilikan PKPLH Stockpile PT. BPC di Desa Belang-Belang dapat dicek melalui sistem OSS atau melakukan koordinasi di DLH provinsi dan kabupaten,” sebut Zulkifli.

Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara (Minerba) Dinas ESDM Sulbar, Ilham mengatakan, Pemprov Sulbar tidak memiliki kewenangan dalam mencabut izin perusahaan tambang batu bara di Bonehau. Sebab, perusahaan itu sudah memiliki legalitas dan hak ekplorasi yang telah diterbitkan Kementerian ESDM.

BACA JUGA:  Jelang Nataru Harga Bumbu Dapur Alami Kenaikan

“Terkait dengan batu bara itu adalah kewenangan sepenuhnya dari Kementerian ESDM. Mulai dari penerbitan izin dan pengawasannya. Bukan menjadi kewenangan gubernur atau dinas ESDM,” kata Ilham, Selasa 19 Maret.

Hal itu, kata dia, sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 55 tahun 2022. Pemerintah daerah hanya mengurusi ekplorasi batuan dan non logam. Sementara logam, mangan dan batu bara kewenangan pemerintah pusat.

“Tapi di daerah ada personel Kementerian ESDM, yakni inspektur tambang yang ada yang bisa kita lakukan di Sulbar. Itu yang melakukan pengawasan,” bebernya.

Sebelumnya, Aktivis Mahasiswa, Ruhul Dalling melakukan unjuk rasa sebagai bentuk protes kejadian PT BPC. Menurutnya, aksi unras dilakukan bukan untuk menolak kehadiran investor, namun harus serius mengelola sumber dalam alam sesuai ketentuan dan prosedur.

Meski demikian, ia tidak menampik jika kehadiran PT BPC di Bonehau telah membuka lapangan kerja bagi warga sekitar. “Pihak perusahaan pernah menyampaikan di pertemuan di Tamalea akan membuka jalan sendiri tetapi sampai hari ini janji tersebut belum dilaksanakan,” tuturnya.

Menurutnya, jika perusahaan terus-terusan menggunakan jalan nasional dengan tonase muatan hingga delapan ton per hari, dikhawatirkan jalan kembali rusak seperti dulu. (ajs)

Konten Promosi
error: Konten dilindungi!!