Selanjutnya, kelima, perhitungan IRRP harus mudah dioperasikan dan di-traceback beberapa tahun sebelumnya sebagai perbandingan. Keenam, tingkat pemulihan yang diperhitungkan dalam IRRP dilihat dari perubahan (selisih) indeks sebelum, sesaat setelah terjadi bencana, dan sesudah bencana. Ketujuh, pelaksanaan penilaian IRRP dilakukan dengan prinsip partisipatif menggunakan pendekatan self-assessment oleh penyintas yang dikoordinasikan oleh BPBD lokasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Koordinasi Penyusunan IRRP disusun oleh BPBD Kabupaten/Kota daerah yang terkena bencana dan dalam fase rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan progres rehabiitasi dan rekonstruksi pascabencana skala kabupaten/kota, mengingat unit analisis dalam data rujukan umumnya tersedia sampai skala kabupaten/kota,” ujarnya.
Husain menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, BPBD Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan SKPD terkait seperti Bappeda maupun lembaga terkait untuk konsolidasi data dan sinergitas tindak lanjut hasil penilaian IRRP ke dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan kabupaten/kota.
“BPBD Kabupaten/kota juga dapat melakukan koordinasi dengan BPBD Provinsi dan BNPB untuk mengakses dukungan provinsi dan nasional bilamana hasil penilaian IRRP masih belum optimal. Dalam hal ini IRRP dapat dijadikan salah satu justifikasi untuk mengakses dukungan APBD Provinsi dan APBN dalam upaya pemulihan ke depan,” tutupnya. (*)