RADARSULBARNEWS
KOLOM  

Teladan Umar Menolak Dinasti

KONTESTASI politik Pemilu 2024 makin hangat, terutama Pilpres. Tiga pasangan bakal calon Presiden–Wapres sudah mendaftar di KPU. Yaitu pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo – Mahfud Md, dan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

Oleh: M Danial

Berita Pilpres cukup dominan menjadi perhatian publik sejak beberapa waktu terakhir. Terlebih setelah pendaftaran pasangan yang diusung Koalisi Perubahan dan yang diusung PDI Perjuangan beserta koalisinya pada hari pertama (19 Oktober).

Setelah itu menjadi trending topik di media dan media sosial adalah bacawapres yang akan diusung Partai Gerindra dan koalisinya untuk mendampingi Prabowo sebagai bacawapres.

BACA JUGA:  Deteksi Gangguan di Hari Pencoblosan, Bawaslu Sulbar Petakan TPS Rawan

Judicial review mengenai umur minimal capres-cawapres yang sedang berproses di MK saat itu, cukup berpengaruh pada penetapan nama pasangan Prabowo. Putusan MK terhadap judicial review bahwa seseorang bisa mendaftar capres – cawapres jika berumur minimal 40 tahun. Atau belum berumur 40 tahun tapi pernah menduduki jabatan publik yang terpilih melalui pemilu.

Putusan MK tersebut memicu polemik para pakar dan politisi. Perbincangan soal politik dinasti pun makin hangat karena putusan MK menjadi hamparan karpet merah bagi putra sulung Presiden Jokowi maju menjadi bacawapres mendampingi Prabowo. Politik dinasti makin mengemuka karena Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar Jokowi yang berarti paman Gibran.

BACA JUGA:  Debat Pamungkas Pilkada Polman, Adu Jurus Perbaikan Infrastruktur dan Tata Kelola Birokrasi

Secara sederhana politik dinasti diartikan sebagai cara mempertahankan kekuasaan dengan menempatkan keluarga atau kerabat Untuk menduduki suatu jabatan. Kata lainnya adalah bagaimana agar kekuasaan tetap berada dalam kendali keluarga atau kerabat dekat.

Politik dinasti merupakan bentuk nepotisme yang dipraktikan para pejabat dan elit politik. Politik dinasti menyebabkan orang yang memiliki kualitas, kompetensi dan prestasi terhalang peluangnya menduduki jabatan. Jalannya berkarier tersumbat kepentingan keluarga atau kerabat. Nepotisme.

BACA JUGA:  Telusur Jejak Islam di Afsel, Peneliti Negeri Rempah Foundation Berkunjung ke Cape Town

Tidak semua orang mabuk kekuasaan walau memiliki peluang untuk melakukannya. Khalifah Umar bin Khattab telah mencontohkan dengan melarang putranya, Abdullah bin Umar menggantikannya sebagai khalifah.

Menjadi putra Khalifah Umar bin Khattab tidak serta-merta membuat Abdullah bin Umar mendapat fasilitas atau privilege sebagai sultan. Tidak ada kemudahan Untuk menduduki jabatan pemerintahan yang dipimpin ayahnya.

Khalifah Umar bin Khattab tahu benar dan sangat paham tanggung jawab yang berat sebagai pemimpin. Pikirannya jauh dari keinginan memanfaatkan kekuasaan dan jabatan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Konten Promosi
error: Konten dilindungi!!