“Karena memang banyak guru yang tidak mau mengajar di daerah 3T tadi. Sehingga, perlu kebijakan agar bisa memeratakan persebaran guru. Jangan sampai, guru menumpuk di kota saja. Dan lewat seleksi PPPK ini, kami memberikan ruang membantu sekolah yang sulit merekrut guru honor melalui dana bosda. Karena statusnya masih minim jumlah murid atau yang lokasinya terpencil,” kata dia.
Menghadapi perkembangan zaman dan era keterbukaan informasi, Armin menyebut pihaknya menaruh atensi kepada kualitas guru. Karena itu, Disdikbud Kaltim rutin mengadakan pelatihan, pembinaan hingga sertifikasi. Selain untuk update ilmu juga menjadi wadah menambah insentif atau tambahan penghasilan pegawai dan tunjangan.
Lalu bagaimana kesejahteraan? Armin mengungkapkan, khusus yang berada di bawah kewenangan Pemprov Kaltim, guru bisa disebut cukup sejahtera. Karena gaji berupa insentif saja untuk honorer sudah di atas upah minimum provinsi (UMP) Kaltim senilai Rp 3,2 juta.
“Seorang guru honorer provinsi minim gajinya Rp 3,4 juta. Sementara, untuk yang ASN itu berjenjang. Bahkan, kami sedang mengusulkan tahun ini menambah tunjangan khusus untuk kepala sekolah. Nilainya sekitar Rp 2,5 juta,” ujarnya.
Namun, Disdikbud Kaltim juga menaruh atensi kepada kepala sekolah. Mengingat belakangan ini meningkat pemberitaan terkait kekerasan di lingkungan sekolah termasuk perundungan, maka menjadi tanggung jawab kepala sekolah jika terjadi kasus.
“Alhamdulillah, saya belum menerima laporan kasus yang di bawah kewenangan provinsi. Bismillah semoga tidak terjadi. Namun sebagai bentuk antisipasi, kami setiap saat selalu mengingatkan kepala sekolah melalui WA (WhatsApp). Termasuk menyisipkan materi antisipasi kasus kekerasan dan perundungan setiap ada kegiatan sosialisasi dan pelatihan,” katanya.
Dia menambahkan, dengan era keterbukaan informasi dan perkembangan zaman saat ini, diperlukan sebuah sistem yang mampu mencegah dan menangani persoalan-persoalan yang dihadapi sekolah.
Untuk itu, pekan ketiga Oktober, Disdikbud Kaltim akan mengadakan pertemuan dengan seluruh kepala sekolah SMA/SMK/SLB. Berupa kegiatan workshop penyusunan standar pelayanan di sekolah secara operasional. Salah satu yang dibahas adalah pelayanan kepada anak didik.
“Di mana dari banyak kasus, perundungan di sekolah terjadi saat adanya jam pelajaran kosong. Selebihnya terjadi di luar sekolah. Nah, kalau terjadi di sekolah ini tanggung jawab sekolah, artinya kepala sekolah. Ini atensi kami. Harus tegas. Kalau kepala sekolah tidak sanggup, silakan mengundurkan diri,” ungkapnya.