Masyarakat yang dipindahkan tersebut, akan diberikan penghargaan berupa tanah dengan sertifikat hak milik seluas 500 meter persegi serta dibangunkan rumah tipe 45.
’’Apabila ada rumah yang lebih dari tipe 45 dengan harga Rp120 juta, apabila ada yang lebih, nanti dinilai oleh KJPP [Kantor Jasa Penilai Publik] nilainya berapa, itu yang akan diberikan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Bahlil, pada masa transisi untuk pergeseran tersebut masyarakat juga akan mendapatkan uang tunggu sebesar Rp 1,2 juta per orang dan uang kontrak rumah sebesar Rp 1,2 juta per KK.
’’Jadi kalau satu KK itu ada empat orang, maka dia mendapatkan uang tunggu Rp 4,8 juta dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta, jadi total kurang lebih sekitar Rp6 juta. Itu cara perhitungannya. Kemudian, di dalam proses pergeseran tersebut ada tanaman, ada keramba, itu juga akan dihitung dan akan diganti berdasarkan aturan yang berlaku oleh BP Batam,” papar Bahlil.
Bahlil menekankan, dari 17 ribu hektare lahan di Pulau Rempang, hanya sekitar 8 ribu hektare lahan saja yang bisa dikelola. Pembangunan industri di Pulau tersebut hanya akan menggunakan lahan seluas 2.300 hektare.
“Dari 17 ribu hektare areal Pulau Rempang, yang bisa dikelola hanya 7 ribu [hektare] lebih hingga 8 ribu [hektare] selebihnya hutan lindung. Kami fokus pada 2.300 hektare tahap awal untuk pembangunan industri yang sudah kami canangkan tersebut untuk membangun ekosistem pabrik kaca dan solar panel,” ungkap dia. (jpg)