“Karena ini hal baru maka mungkin kita masih terbatas untuk memberi penilaian atau perbandingan. Sebab yang pasti kalau seorang calon yang rajin turun berbaur menyapa masyarakat dari pintu ke pintu pasti ada bedanya, dibanding kalau hanya di ruang yang terbatas apalagi kalau sistim klasikal saja,” tandasnya.
Selain itu, politisi Golkar itu juga menuturkan, berkampanye di perguruan tinggi tentu berbeda juga dengan berkampanye di sekolah tingkatan SMA. Sebab, menurut dia, perlu dibuatkan aturan atau pedoman sebaik mungkin.
Ia khawatir kebijakan ini akan disalahgunakan oleh pengendali birokrasi di daerah yang ada kedekatan husus dengan calon tertentu dan dari partai tertentu.
“Antara kampus dan SMA sebenarnua sam-sama .elekat status institusi pendidikan, namun ada bedanya. Kalau kampus ada namanya Tridarma perguruan tinggi dan dipimpin oleh rektor yang dipilih melalui rapat senat luar biasa. Sedangkan kalau satuan kependidikan, katakanlah SLTP-SLTA itu dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang tidak dipilih melalui rapat dewan guru, tapi diangkat oleh pejabat di atasnya,” pungkasnya.