Agar bahasa daerah dapat terjaga dari kepunahan, para penutur muda dapat menjadi penutur aktif bahasa daerah dan memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang disukai.
Meski terlihat cukup sederhana, namun para penutur muda menggendong peran penting untuk menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra Indonesia, dengan menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah guna mempertahankan bahasanya menemukan fungsi, juga ranah baru, dari sebuah bahasa dan sastra daerah.
Selain program revitalisasi bahasa daerah, ada sejumlah program lain yang dikumandangkan oleh Kemendikbudristek dalam melindungi bahasa daerah yaitu program Pemetaan, Kajian Vitalitas, konservasi, dan Registrasi bahasa.
Saat ini, sebanyak 18 bahasa daerah dinyatakan aman karena masih dipakai oleh kalangan di dalam etnis tersebut. Namun terdapat 31 bahasa yang rentan karena jumlah penutur yang relatif sedikit.
Adapun 43 bahasa daerah mengalami kemunduran sebab sebagian penutur, baik anak-anak, remaja, maupun generasi tua tidak lagi menggunakannya. Sedangkan 29 bahasa daerah terancam punah karena mayoritas penutur berusia 20 tahun ke atas dan generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri dengan bahasa daerah.
Selain itu, terdapat 8 bahasa daerah yang masuk kategori kritis karena penutur hanya kelompok masyarakat berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit, dan 11 bahasa daerah dinyatakan punah karena tidak ada lagi penutur.
Tantangan yang dihadapi
Data UNESCO menyebutkan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir terdapat 200 bahasa di dunia yang punah. Kepunahan bahasa itu terjadi karena para penutur tidak lagi menggunakan atau mewariskan bahasa tersebut kepada generasi berikutnya.
Untuk mencegah hal tersebut terjadi di Nusantara, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Kemendikbudristek, Muh Abdul Khak, mengatakan kegiatan revitalisasi bahasa daerah penting dilakukan untuk menjaga kelestarian bahasa yang menjadi simbol kekayaan budaya bangsa.
“Bahwa isu bahasa daerah sudah menjadi isu internasional. Kita semua harus menjaga eksistensi bahasa daerah ini,” kata Abdul Khak.
Kegiatan revitalisasi bahasa daerah tersebut akan menggunakan dua model, yaitu menargetkan bahasa daerah yang akan punah dan bahasa daerah yang penuturnya banyak namun mengalami penurunan penutur muda.
Untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah di wilayahnya, yang paling mudah dilakukan adalah dengan memakai bahasa lokal dalam komunikasi keseharian di tengah keluarga dan masyarakat.
Di sisi lain, perlu juga dorongan dari pemerintah daerah agar program revitalisasi bahasa daerah itu dapat berlangsung secara berkesinambungan. Pemerintah daerah dan Kemendikbudristek juga perlu menciptakan berbagai program pendidikan dan kebudayaan guna menjaring para penutur muda, dengan harapan bahasa-bahasa daerah di Indonesia bisa tetap lestari dan menjadi simbol kekayaan bangsa Indonesia.